Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Terpesona oleh cinta

By: Harri Choice 26 

Permenungan Ensiklik 1 Paus Benediktus XVI, Sumber: “Chatolic for a reason IV”, penerbit Dioma; buku pinjaman dari tetanggaku hehehe...

Orang banyak terkejut ketika Paus mengeluarkan ensiklik yang pertama ini. Deus Caritas Est; misteri cinta. Baru kali ini seorang Paus secara khusus menulis Surat Eksiklik mengenai Hakikat Cinta. (myop) Surat ini sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam relasi pacaran, perkawinan dan keluarga.
Paus memulai ajarannya dengan menjelaskan betapa dunia moderen sekarang telah terjadi kerancuan tentang apa artinya cinta. “Dewasa ini, istilah kata “cinta” telah menjadi kata yang paling sering disalahgunakan, suatu kata yang kita beri arti yang sangat beragam (no. 2). Kebudayaan sekarang orang dapat melukiskan perasaannya dengan kata “cinta”. “Aku cinta Guinness”, “Aku cinta balapan motoGP” sama seperti ketika untuk mengungkapkan komitmen perkawinan pada istrinya “Aku cinta kamu”. Tidaklah mengherankan kata “cinta” sekarang ini kehilangan sebagian maknanya yang mendalam.

Paus menjelaskan dua kata kunci untuk melukiskan cinta: eros dan agape. Eros pada umumnya diartikan cinta duniawi, sedangkan agape adalah cinta “yang didasarkan pada iman dan dibentuk oleh iman”. Eros adalah cinta yang ingin memiliki, cinta yang mencari kepuasan diri sendiri, kenikmatan sendiri dan keuntungan sendiri dalam relasi; sedangkan agape adalah cinta yang rela berkorban, yang tanpa pamrih mengupayakan kebaikan orang lain. Eros adalah “cinta antara laki-laki dan perempuan yang tanpa direncanakan atau dikehendaki muncul dalam hati (no. 3). Sedangkan agape menuntut banyak usaha penyangkalan diri dan komitmen kepada orang lain. Bagi Paus Benediktus XVI, eros dan agape mengungkapkan dua segi dari realita cinta yang tunggal. Dan sangatlah bahaya kalau dua segi ini dipisahkan satu sama lain.

Paus menandaskan bahwa Eros (perasaan-perasaan romantis, nafsu seksual) tidak dengan sendirinya buruk. Tetapi ia mengecam pemahaman cinta sebagai pemahaman yang “menyesatkan dan menghancurkan” (no.4), karena pemahaman itu hanya berfokus pada perasaan-perasaan dan hawa nafsu, dan mengabaikan segi pengorbanan diri dari cinta yang mengupayakan kebahagiaan orang lain (agape). “Cinta bukan melulu perasaan” tulisnya. “Perasaan itu datang dan pergi. Perasaan dapat menjadi percikan pertama yang mengagumkan, tetapi itu belum menjadi pemenuhan cinta” (no.17).
Saat ini, kita hidup di zaman dimana cinta pertama-tama dikaitkan dengan perasaan dan nafsu seksual. Film-film populer, tayangan televisi dan nyanyian-nyanyian cinta terus-menerus merangsang daya hayal perhatian dan menjerumuskan kita pada pemikiran bahwa kebahagiaan tertinggi dapat kita reguk hanya kalau kita hanyut dalam hawa nafsu dan emosi-emosi belaka. Mungkin kemudian muncul pertanyaan berikut: mengapa saya harus menekan perasaan-perasaan itu (eros), padahal perasaan-perasaan itu mengantar saya kepada cinta dan kebahagiaan?

Ajaran-ajaran Gereja mengenai seksualitas sama sekali tidak menghalangi cinta! Ajaran itu justru mau membantu mewujudkan cinta yang sejati dan lestari. Gereja menantang kita untuk membangun hidup kita tidak atas dasar cinta yang rapuh dan tidak stabil yang ditemukan pertama-tama dalam perasaan yang datang dan pergi (eros), tetapi atas kasih (agape) yang bertahan, teguh dan rela menyerahkan diri, yakni cinta yang paling didambakan oleh hati kita.

Paus Benediktus XVI dengan bijaksana mengingatkan kita bahwa hanyut dalam nafsu dan emosi eros inilah yang menghalangi berkembangnya cinta sejati. Eros bisa membangkitkan harapan akan kebahagiaan dan dambaan luhur untuk membangun persekutuan dengan orang lain, tetapi ia perlu dilatih, diarahkan dan dimurnikan. Eros yang tidak diatur akan mendatangkan kehancuran. Sedari hakikatnya eros itu egois, hanya memburu perasaan romantis dan kenikmatan sensual.
Seorang yang tetap berada pada tahap eros yang tidak teratur, tidak akan mampu untuk benar-benar mencintai orang lain tanpa pamrih. Ia begitu hanyut dalam pemuasan hawa nafsu dan rasa nikmat dalam suatu relasi; dalam situasi itu ia tidak mampu untuk sungguh-sungguh mengusahakan kebaikan serta kebahagiaan pasangannya.
“ eros perlu ditertibkan dan dimurnikan, agar cinta tidak sekedar menjadi perburuan kenikmatan tetapi menjadi suatu pencicipan.. kebahagiaan yang didambakan oleh setiap insan (no. 4).

Disini Paus mengajarkan bahwa eros harus dimurnikan agar menjadi matang dan mencapai kepenuhan cinta. Satu-satunya jalan untuk memurnikan eros adalah lewat agape – cinta yang rela menyerahkan diri. Cinta adalah jalan keluar dari egoisme diri sendiri. “Suatu eksodus yang terus menerus keluar dari egoisme; yang tertutup hanya pada diri sendiri, menuju pembebasannya lewat penyerahan diri” (no. 6).
Kebahagiaan tertinggi atas dorongan eros secara paradoks ditemukan hanya apabila kita mau keluar dari pamrih pribadi; rela ‘memberi” demi kebahagiaan orang lain. Inilah cinta agape. “Kini cinta menjadi keprihatinan dan kepedulian terhadap orang lain. Ia tidak hanya mencari kepuasan diri sendiri, tenggelam dalam kemabukan kebahagiaan sendiri; sebaliknya ia mengupayakan kebahagiaan orang lain yang dikasihi… ia siap, bahkan ingin, berkorban” (no. 6)
Semakin dalam agape masuk kepercaturan, semakin nyata eros, dengan kecenderungan-kecenderungan pribadinya, disembuhkan. Semakin besar kerelaan seseorang untuk mengorbankan kenyamanan, kesukaan dan kenikmatanya sendiri demi kebahagiaan orang yang dikasihi, semakin kuatlah relasi yang akan terbangun. Sungguh, eros dan agape tidak pernah sama sekali dimaksudkan untuk dipisahkan. Nafsu yang muncul dari eros sendiri dimaksudkan untuk membuka cinta agape yang rela berkorban dan lebih memerhatikan orang lain.
Bisa jadi eros mula-mula bersifat tamak dan terlalu menuntut. Tapi berkat pesona janji agung akan kebahagiaan, dalam mendekati orang lain, ia akan semakin kurang memerhatikan diri sendiri, semakin mengupayakan kebahagiaan orang lain, semakin peduli terhadap orang yang dicintai, selalu memberikan dirinya. Dengan demikian, unsur agape masuk ke dalam cinta. Kalau tidak demikian, eros akan semakin miskin, bahkan kehilangan hakikatnya.(no.7)
Paus menegaskan, dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri, manusia tidak dapat menghayati cinta agape yang rela berkorban. “Tidak mungkin ia selalu memberi, ia harus juga menerima” tulisnya (no.7)
Oleh karena itu, kalau kita ingin mencintai orang lain, kita harus terus menerus kembali kepada sumber utama dari agape dalam kehidupan kita sendiri; Yesus Kristus. Kita hanya akan mampu sungguh mencintai orang lain kalau kita mampu mereguk cinta Allah sendiri.
Kini kita sampai pada segi yang paling revolusioner dari ensiklik ini; cara Paus menjelaskan cinta Allah sebagai eros. Kitab Suci sungguh mengungkapkan Allah sebagai kuasa ilahi, sumber segala ciptaan dan asas penataan seluruh alam semesta. Tetapi Kitab Suci juga menunjukkan kepada kita bahwa Allah Pencipta yang mahakuasa itu sekaligus pecinta yang bergelora, yang mencintai kita secara pribadi “dengan segala gairah cinta yang sejati” (no.10).
Kitab Suci menggunakan banyak gambaran untuk melukiskan hubungan Allah dengan manusia. Gambaran yang paling mesra adalah Mempelai laki-laki. Didalam Perjanjian Lama, Yahweh datang kepada Israel bukan hanya sebagai Tuhan, tetapi paling mengesankan, sebagai Mempelai laki-laki.
Tetapi Kitab Suci juga menunjukkan bahwa eros ilahi disempurnakan sepenuhnya dalam agape. Kita dapat melihat khususnya dalam cara Allah mengampuni dosa-dosa Israel . Ketika Israel menjadi “pezinah” dengan melanggar perjanjian dengan Allah dan beribadat kepada dewa-dewa lain, keadilan insani menyimpulkan bahwa Israel harus dihukum. Hukum Musa sendiri menyimpulkan bahwa kalau Israel melanggar perjanjian dengan Allah, ia akan diserahkan kepada bangsa-bangsa kafir dan dikirim ke pembuangan serta perbudakan.
Tetapi justru disinilah cinta Allah diungkapkan sebagai sesuatu yang jauh lebih besar daripada cinta insani. Lihat dari kitab Hosea sebagai berikut; dengan indah ayat-ayat ini melukiskan gairah cinta Allah kepada Israel demikian besar sehingga mengatasi hukuman adil yang atas dasar hukum yang seharusnya ditimpakan kepada mereka:

Masakan Aku akan membiarkan engkau, hai Efraim?
Masakan Aku menyerahkan engkau, hai Israel ?....
Masakan Aku membiarkan engkau seperti Adam, dan membuat engkau seperti Zeboim?
Dalam diri-Ku, hati-Ku berbalik, belas kasih-Ku bangkit serentak!!
Aku tidak akan melaksanakan murka-Ku yang menyala-nyala itu,
Tidak akan membinasakan Efraim lagi.
Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia,
Yang Kudus ditengah-tengahmu, dan aku tidak datang untuk menghanguskan.
 (Hos 11:8-9)

Sungguh mengagumkan, cinta Allah kepada Israel demikian kuat sehingga mengatasi keadilan-Nya. Allah sedemikian menghendaki bersatu dengan umatNya sehingga Ia tidak dapat menyerahkan Israel kepada musuh-musuhnya untuk selama-lamanya. Paus menjelaskan, “Gelora Allah bagi umat-Nya… sekaligus adalah cinta yang mengampuni. Cinta ini sedemikian besar sehingga membuat Allah berpaling melawan diri-Nya sendiri, cinta-Nya melawan keadilan-Nya” (no.10). Dengan demikian, disini eros Allah diungkapkan sebagai agape.
Paus menunjukkan bahwa kutipan dari Hosea ini menggambarkan misteri salib, tempat eros dan agape diungkapkan secara paling penuh. Allah sedemikian mencintai umat manusia sehingga Ia dengan penuh gairah mengejar kita, menjadi satu dengan kita, dan bahkan mengikuti kita ke alam kematian, dengan menyerahkan Diri samasekali di Kalvari sehingga kita dapat didamaikan dengan Dia. Maka pada Jumat Agung, cinta Allah yang bergelora (eros) ditunjukkan dalam cinta yang sepenuhnya rela berkorban dan rela menyerahkan diri (agape). “Kematian Allah disalib adalah puncak dari keberpalingan Allah melawan diriNya sendiri, disini Ia memberikan diriNya untuk membangkitkan dan menyelamatkan manusia. Inilah cinta dalam bentuknya yang paling radikal” (no.12)

Luar biasa khan eros dan agape Tuhan terhadap kita, sampai-sampai Allah pun berpaling melawan diriNya sendiri, untuk membangkitkan dan menyelamatkan kita umatNya. (myop)

Artikel Terkait

2 komentar:

  1. Ooo jadi yg namanya cinta seperti itu.. Baru mudeng aku

    BalasHapus
  2. Kalau di Kitab Suci, "Cinta" itu hukum yg pertama dan terutama. Jadi "Cinta" adalah perintah dari Sang Pemberi Kehidupan, Asal/Sumber dari segala Cinta.

    BalasHapus